Rupanya tembakau tidak selalu bersifat negatif sebagai penyebab kanker,
ternyata tanaman tembakau hasilkan protein anti-kanker
yang sangat berguna bagi penderita kanker, hal itu dikatakan oleh peneliti dari Pusat Penelitian
Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), DR Arief Budi
Witarto MEng.
Proposal penelitian tentang tembakau inilah yang membawa Doktor Bioteknologi dari
Fakultas Teknik, Tokyo University of Agriculture and Technology, Jepang
itu meraih penghargaan dari Badan riset Jerman DAAD dan Fraunhofer di
Jakarta.
Dalam usulan risetnya itu DR. Arief mencoba untuk memproduksi protein
penting “Growth Colony Stimulating Factor” (GCSF) dengan menggunakan
tanaman tembakau (Nicotiana spp., L.) lokal dari varietas yang paling
sesuai “genjah kenongo” dari 18 varietas lokal yang ditelitinya sebagai tembakau yang hasilkan protein anti kanker.
Tanaman tembakau ini tidak diambil daun tembakaunya untuk memproduksi
rokok tetapi dimanfaatkan sebagai reaktor penghasil protein GCSF, suatu
hormon yang menstimulasi produksi darah.
“Protein dibuat oleh DNA dari tubuh kita, kita masukkan DNA yang
dimaksud itu ke tembakau melalui bakteri, begitu masuk, tumbuhan ini
akan membuat protein sesuai DNA yang dimasukkan. Kalau tumbuhan itu
panen, kita dapat cairannya berupa protein,” katanya.
Selain untuk protein antikanker, GSCF, ujarnya, bisa juga untuk
menstimulasi perbanyakan sel tunas (stemcell) yang bisa dikembangkan
untuk memulihkan jaringan fungsi tubuh yang sudah rusak.
Arief memang pakar di bidang rekayasa protein dan telah banyak
menerima penghargaan, antara lain Paramadina Award 2005 untuk bidang
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dari Universitas Paramadina dan PII
Engineering Award 2005 untuk kategori Adhicipta Rekayasa atau Best
Creation in Engineering dari PII/Persatuan Insinyur Indonesia.
Sebelumnya ia juga telah menerima penghargaan lain yaitu Science and
Technology Award 2003 dari Indonesia Toray Science Foundation (ITSF) dan
Peneliti Muda Terbaik Indonesia 2002 untuk bidang Ilmu Pengetahuan
Teknik dan Rekayasa dari LIPI.
Ia juga pernah terpilih dengan nilai tertinggi mewakili Indonesia
bersama empat peneliti muda Indonesia lainnya dengan undangan resmi dari
Pemerintah Jerman untuk menghadiri Pertemuan Para Penerima Hadiah Nobel
di kota Lindau Jerman.